Ketua Umum Badan Kontak Majelis Taklim (BKMT) se-Indonesia, DR Hj Tutty Alawiyah AS, dan kebetulan adalah Rektor saya di UIA assyafiiyyah program PascaSarjana, Ia banyak mengisahkan pengalamannya saat menjadi tamu Allah di Tanah Haram. Salah satunya ketika ia merasa mendapatkan mukjizat dari Allah sehingga bisa selamat dari tragedi terowongan Mina yang menelan korban ribuan jiwa.
Ia menceritakan, kala itu, sumainya HA Chatib Naseh, memimpin rombongan jamaah haji asal Indonesia yang berjumlah sekitar 175 orang. Rombongan jamaah yang berasal dari Bimbingan Haji Alkhuriyah berencana melakukan jumratul akabah yang menjadi hari terberatnya.
Saat itu, terowongan Mina sudah dijejali ribuan jamaah dari berbagai belahan dunia. Merasa kelelahan karena telah melaksanakan wukuf di Arafah, ia menginstruksikan rombongannya untuk beristirahat. ”Saya persilahkan untuk istirahat. Jajan, makan, dan minum sebelum masuk terowongan,” kata Tutty kepada Republika pekan lalu.
Setelah beristirahat hampir setengah jam, hal itu ternyata justru memperlambat rombongannya menuju terowongan. Saat terjadi musibah terinjak-injaknya ribuan orang, Tutty bersama romobongannya hanya berbeda selang beberapa menit menuju lokasi kejadian bencana.
”Subhannallah. Kami tak henti-hentinya bertakbir dan bersyukur. Ini mukjizat dari Allah,” ujarnya. Menurutnya, saat peristiwa itu terjadi, ia sempat terpisah bersama rombongannya dan terpecah hingga 10 kelompok.
Sejak berangkat dari pukul 08.00 Waktu Arab Saudi (WAS), Tutty baru berkumpul kembali bersama rombongannya sekitar pukul 18.00 WAS. Pujian, lantunan syukur, dan gema takbir yang diiringi tangis haru pecah tak terbendung mengingat kebesaran Allah. ”Kita hanya beda lima menit dari peristiwa Mina,” tutur penulis puluhan buku agama ini.
Kejadian di era tahun 1990 itu memberi banyak pelajaran berharga padanya. Misalnya pentingnya sikap sabar yang harus ditanamkan sejak dini bagi calon jamaah haji. Ketika peristiwa Mina berlangsung, hampir sebagian jamaah tidak bersabar dan berebut saling berdesak-desakkan.
Akibatnya, jamaah haji asal Indonesia dan Turki menjadi korban meninggal dunia terbanyak. Wanita yang pernah mendapat gelar Profesor dari Federation Al Munawwarah, Jerman, ini sempat menyesalkan buruknya sistem teknologi informasi dan lambannya penanganan pemerintah Indonesia waktu peristiwa itu terjadi.
Sebaliknya, ia merasa salut atas kebijakan pemerintah Arab Saudi yang segera membangun terowongan baru menjadi dua arah untuk mencegah kejadian serupa terulang lagi. Ibu dari lima putra ini juga berbagi kisah tentang pengalaman lain ketika pertama kali menunaikan ibadah haji.
Ibadah haji pertamakali dilaksanakan Tutty pada 1968. Saat itu ia masih menggunakan armada kapal laut dan menempuh perjalanan berhari-hari lamanya. Dalam perjalanan itu ada 1.000 orang yang ingin menunaikan ibadah haji bersamanya. Hantaman ombak dan lamanya perjalanan di laut menjadi kenangan tersendiri baginya.
Apalagi ketika melewati daerah Sri Lanka yang memiliki ombak besar dan lautan yang dalam. Untuk menghibur dan memberi ketenangan para calon jamaah haji, selama perjalanan ia sempat memimpin radio di kapal. Ia pun memberikan tausiyah dan lagu-lagu Islami lainnya. Untungnya, Tutty telah memiliki pengalaman mengudara di radio Assafi’iyyah. ”Naik haji sekarang, sudah sangat enak. Perjuangannya berbeda sekali,” ungkapnya.
Sejak 1988 hingga 1996, Tutty selalu menunaikan ibadah haji berturut-turut. Selama 12 tahun itu pula ia kerap didaulat menjadi pimpinan rombongan haji. Bahkan pada 2007 lalu, ia sempat menjadi tamu kehormatan setelah diundang langsung oleh salah satu Menteri Arab Saudi untuk menunaikan rukun Islam kelima sekaligus menjadi pemateri pada forum konferensi internasional haji.
Selama menuju ke Tanah Haram, anggota Dewan Pers Indonesia ini pernah merasakan fasilitas manisnya perjalanan ibadah haji dengan menggunakan ONH plus. Namun, ia sendiri mengaku lebih menikmati perjalanan dengan ONH biasa.
No comments:
Post a Comment